Umum
Dalam UU No 14 tahun
1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja disebutkan bahwa :
tiap tenaga keja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya (pasal 9)
dan pemerintah membina norma keselamatan kerja (pasal 10 ayat a).
Dalam hubungan
jaminan dan bantuan sosial, dinyatakan
bahwa : pemerintah mengatur penyelenggaraan pertanggungan sosial dan bantuan
sosial bagi tenaga kerja dan keluarganya. Pertanggungan dan bantuan sosial ini
meliputi juga kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sekalipun dalam penjelasan
UU dimaksud hanya diperinci antara lain sakit, meninggal dunia dan cacat.
Melihat sasarannya,
terdapat 2 kelompok UU dalam keselamatan kerja:
-
Kelompok
yang bersasaran pencegahan kecelakaan akibat kerja. Terdiri dari UU No 1 tahun
1970 tentang keselamatan kerja dan peraturan – peraturan lain yang diturunkan
atau dapat dikaitkan dengan lainnya.
-
Kelompok
yang bersasaran pemberian kompensasi terhadap kecelakaan yang sudah terjadi.
Terdiri dari UU kecelakaan (1947-1957).
UU No 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
UU ini mengganti veiligheids
reglement stbl. No 406 yang berlaku sejak tahun 1910. VR ini perlu perbaikan sesuai dengna
perkembangan peraturan perlindungan industrialisasi di Indonesia, bahkan teknis
baru banyak diolah dan dipergunakan kelelahan, kurang perhatian akan hal – hal
lain kehilangan keseimbanga, merupakan akibat kecelakaan. Bahan yang mengandung
racun, mesin, alat, pesawat, dll serta cara kerja yang buruk, kekurangan
keterampilan, dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya
yang baru. Selain itu VR bersifat represif. Pembaharuan dan perluasannya adalah
: perluasan ruang lingkup, perubahan pengawasan represif menjadi preventif,
perumusan teknis yang lebih tegas, penyesuaian tata usaha sebagaimana
diperlukan pelaksanaan pengawasan, tambahan pengaturan pembinaan keselamatan
kerja bagi pimpinan perusaan dan tenaga kerja, tambahan pengaturan mendirikan
panitia pembina keselamatan kerja dan kesehatan kerja, tambahan pengaturan
pemungutan retribusi tahunan.
Istilah yang dipakai dalam UU
keselamatan kerja dan pengertiannya (pasal 1) :
Tempat kerja : tiap ruangan atau
lapangan, tertutup/terbuka, bergerak atau tetap, yang meliputi tempat tenaga
kerja bekerja (ayat 1).
Pengurus : orang yang memimpin
langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri (ayat 2).
Pengusaha :
- orang atau badan hukum yang
menjalankan sesuatu usaha milik
sendiri dan untuk keperluan itu menggunakan tempat kerja.
- orang atau badan hukum yang
secara berdiri sendiri menjalankan
sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu
mempergunakan tempat kerja.
- orang atau badan hukum yang di
I ndonesia mewakili orang atau
badan hukum termaksud a dan b, jikalu yang berkedudukan diluar
negeri (ayat 3).
Direktur : pejabat yang ditunjuk
oleh menteri tenaga kerja untuk melaksanakan UU keselamatan kerja (ayat 4)
Pegawai pengawas : pegawai
teknis berkeahlian khusus dari departmen tenaga kerja yang ditunjuk oleh
menteri tenaga kerja (ayat 5)
Ahli keselamatan kerja : tenaga teknis
berkeahlian khusus dari luar departmen tenaga kerja yang ditunjuk oleh menteri
tenaga kerja untukmmengawasi ditaatinya UU keselamatn kerja (ayat 6)
Ruang lingkup UU keselamatan
kerja (pasal 2) :
yang diatur dalam UU ini adalah
keselamatan kerja dari segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air, maupun di udara, yang berada di wilayah kekuasaan
hukum RI (ayat 1)
Ketentuan di atas
berlaku di tempat kerja, yaitu :
-
dibuat,
dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan
atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkankecelakaan dan kebakaran.
-
Dibuat,
diolah dipergunakan, diperdagangkan diangkut ataub disimpan bahan atau barang
yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit atau beracun, menimbulkan
infeksi, bersuhu tinggi.
-
Dikerjakaan
pembangunan, perbaiakan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung
atau terowongan dibawah tanah dsb atau dilakukan pekerjaan persiapan.
-
Dilakukan
usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan
kayu, atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan, dan lapangn kesehatan.
(ayat 2)
Dengan peraturan perundangan
dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan, lapangan, yang dapat membahayakan
keselamatan yang bekerja (ayat 3)
Syarat – syarat
keselamatan kerja (pasal 3 dan 4), yaitu :
Syarat keselamatan
kerja :
-
Mencegah
dan mengurangi kecelakaan
-
Mencegah,
mengurangi dan memadamkan kebakaran
-
Memberi
kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian
lain yang berbahaya
-
Memberi
pertolongan pada kecelakaan
-
Memberia
alat perlindungan diri pada para pekerja
-
Mencegah
dan mengendalikan timbul dan menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran,
asap, uap, gas, hembusan, angin, cuaca, sinar, dan radiasi, suara, getaran
-
Mencegah
dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis,
peracunan, infeksi, dan penularan
-
Memperoleh
penerangan yang cukup dan sesuai
-
Menyelenggarakan
suhu dan lembab udara yang baik.
-
Penyegaran
udara yang cukup.
-
Memelihara
kesehatan dan ketertiban.
-
Keserasian
antar tenaga kerja, alat kerja , limgkungan kerja, cara dan proses kerjanya.
-
Mengamankan
dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang.
-
Memelihara
segala jenis bangunan.
-
Memperlancar
pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang.
-
Mencegah
terkena aliran listrik yang berbahaya.
-
Menyempurnakan
pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
Kecelakaannya menjadi
bertambah tinggi (pasal 3 ayat 1) Pasal 3 ayat 1 dapat diubah sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik, dan teknlogi serta
pendapatan baru di kemudian hari (pasal 3 ayat 2).
Syarat – syarat
keselamatan kerja dalam
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran. Perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan, dan penyimpanan bahan,barang, produk
teknis, dan aparat produksi yang mengandung dan menimbulkan bahaya kecelakaan
(pasal 4 ayat 1).
Syarat tersebut memuat
prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secata
teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi bahan, pengolahan
dan pembuatan perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian, dan pengesahan,
pengepakan, atau pembungkusan, pemberian tanda – tanda pengenal atas bahan,
barang, produk, teknis, dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang –
barang itu sendiri, keselamatan kerja yang melakukannya dan keselamatan umum
(pasal 4 ayat 2) .
Peraturan perundangan
dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 dan dengan
peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati
syarat – syarat keselamatan tersebut.
Pengawasan UU
keselamatan kerja diatur dalam (pasal 5,6,7 dan 8), yakni :
Direktur melakukan
pelaksanaan umum terhadap UU ini, sedangkan cara pegawai pengawas dan ahli
keselamatan kerja
ditugaskan menjalankan pengawasan lansung terhadap ditaatinya UU ini dan
membantu pelaksaannya.
Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai
pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan UU ini diatur dengan
peraturan perundangan (pasal 5 ayat 2).
Barang siapa tidak
dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada
panitia banding (pasal 6 ayat 1)
Tata cara permohonan
banding, susunan panitia banding, tugas panitia banding, ditetapkan oleh
menteri tenaga kerja (pasal 6 ayat 2)
Keputusan panitia
banding tidak dapat dibanding lagi (pasal 6 ayat 3)
Untuk pengawasan
berdasarkan UU pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan yang akan
diatur dengan peraturan perundangan-undangan (pasal 7)
Pegurus diwajibkan
memerikasakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga
kerja yang dibersihkan padanya (pasal 8 ayat 1)
Pengurus diwajibkan
memeriksa semua tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya, secara berkala
pada dokter yangditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur (pasal 8
ayat 2)
Norma mengenai
pengujian kesehatan ditetapkan dengan perundangan (pasal 8 ayat 3)
Mengenai pembinaan,
diatur oleh UU No 1 tahun 1970, yakni :
Pengurus diwajibkan
menunjukkan dan menjelaskan pada tiap kerja baru tentang :
-
Kondisi
dan bahaya serta yang timbul dalam tempat kerja
-
Semua
pengamanan dan alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya
-
Alat
perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan
-
Cara
dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya pengurus hanya dapat
memperkerjakan tenaga kerja yang bersangkuatn setelah ia yakin bahwa tenaga
krja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut diatas
Pengurus diwajibkan
menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinanya,
dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan
keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama dalam
kecelakaan.
Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati
semua syarat dan ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang
dijalankannya (pasal 9).
Pasal 10 UU keselamatn
kerja mengatur panitia keselamatan dan kesehatan kerja :
Menteri tenaga kerja
berwenang membentuk panitia pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja guna
memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari
pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat kerja untuk melaksanakan
tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dala
rangka melancarkan usaha berproduksi (pasal 10 ayat 1).
Susunan panitia
pembina keselamatan dan kesehatan kerja, tugas ditetapkan oleh menteri tenaga
kerja (pasal 10 ayat 2).
Pasal 11 :
Pengurus diwajibkan
melaporkan tiap kecelakaan yang dalam tempat kerja dipimpinnya, pada pejabat
yang ditunjuk oleh menteri (pasala 11 ayat 1).
Pasal 12 (kewajiban
dan hak tenaga kerja ) :
-
Memberikan keterangan yang benar bila diminta
oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja
-
Memakai
alat perlindungan diri yang diwajibkan
-
Memenuhi
dan mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan
-
Meminta
pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan
Pasal 13 (kewajiban
bila memasuki tempat kerja) :
Barang siapa dalam
memasuki sesutru tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan
kerja dan memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan
Pasal 14 (kewajiban
pengurus) :
Secara tertulis
menenpatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua syarat keselamatan kerja
yang diwajibkan, sehelai UU ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku
bagi temapat kerja yang bersangkutan.
Memasang dalam tempat
kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja diwajibkan dan semua
bahan pembinaan lainnya, pada tempat yang dilihat dan terbaca menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
Pasal 15 (ancaman
hukuman, tempat kerja yang telah ada) :
Pelaksanaan ketentuan
tersebut pada pasal diatas diaturb lebih lanjut dengan peraturan perundangan
(ayat 1).
Peraturan pasal 15
ayat 1 dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya atau denda
setinggi – tingginya Rp 100,000 (ayat 2).
Tindak pidana tesebut
adalah pelanggaran (ayat 3)
Pasal 16 :
Pengusaha yang
mempergunakan tempat kerja yang sudah ada pada waktu UU ini dimulai berlaku
untuk memenuhi ketentuan menurut atau berdasarkan UU ini.
Pasal 17 :
Selama peraturan
perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam UU ini belum dikeluarkan, maka
peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu UU ini mulai
berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangn dengan UU ini.
UNDANG – UNDANG
KECELAKAAN (1947-1951)
Pasal – pasal dari UU
kecelakaan yang patut diketahui :
Di perusahaan yang diwajibkan
memberi tunjangan, majikan berwajib membayar ganti rugi kerugian kepada buruh
yang mendapat kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan itu,
menurut yang ditetapkan dalam UU ini (pasal 1 ayat 1).
Penyakit yang timbul karena
hubungan kerja dipandang sebagai kecelakaan (pasal 1 ayat 3).
Jikalau buruh meniggal dunia
akibat kecelakaan yang demikian, maka kewajiban membayar kerugian itu berlaku
terhadap keluarga yang ditinggalkan (pasal 1 ayat 3).
Jikalau
hak atas perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan itu berlaih pada majikan
lain, buruh atau keluarga buruh yang ditinggalkan tetap mempunyai hak seperti
ditetapkan UU yang harus dipenuhi oleh majikan (pasal 1 ayat 4).
Yang diwajibkan
memberikan tunjangan yaitu perusahaan :
-
Yang
mengusahakan hutan
-
Yang
mengusahakan siaran radio
-
Yang
mengusahakan pertaniaan
-
Yang
mengusakan perkebuanan
-
Yang
mengusahakan perusahaan (pasal 2 ayat 1)
Jikalau
sesuatu macam perusahaan, belum termasuk dalam pasal 2 ayat 1 ternyata
berbahaya bagi buruhnya, maka dengan UU macam perusahaan tersebut dapat
diwajibkan memberi tunjangan (pasal 2 ayat 2).
Yang dianggap buruh :
- Magang
- Mereka yang
memborong pekerjaan
- Mereka yang bekerja
pada seseorang
- Orang hukuman yang
bekerja di perusahaan (pasal 6 ayat 2)
Bukan buruh :
- Pegawai negeri
- Buruh yang
dilindungi UU kecelakaan yang berlaku du luar daerah Negara
Republik Indonesia
- Buruh yang bekerja
di rumahnya sendiri (pasal 6 ayat 3)
Upah :
Tiap pembayaran berupa uang yang
diterima oleh buruh sebagai ganti pekerjaan.
Perumahan, makan, bahan makanan,
dan pakaian, dengan percuma yang nilainya ditaksir menurut harga umum di tempat
itu (pasal 7 ayat 1)
Dengan atau
berdasarkan atas PP untuk menjalankan UU ini ditetapkan
dokter penasehat
pegawai pengawasan yang daerah jabatannya (pasal 9)
ganti kerugian :
-
Biaya
pengangkutan buruh yang mendapat kecelakaan ke rumahnya atau kerumah sakit.
-
Biaya
pengobatandan perwatan buruh yang mendapat kecelakaan, termasuk juga biaya
pemberian obat dan alat (pasal 10)
Jikalau buruh meninggal dunia
karena kecelakaan, maka keluarga yang ditinggalkan dapat tunjangan (pasal 12).
Majikan tidak diwajibkan memberi
tunjangna kepada buruh atau seorang keluarganya yang ditinggalkannya jikalau
kecelakaan yang menimpa buruh itu terjadinya disengaja olehnya (pasal 15)
Majikan atau pengerus jikalau
pengurus ditetapkan diwajibkan melaporkan kepada pegawai pengawas atau instansi
yang ditunjuk oleh menteri perburuhan tiap kecelakaan yang menimpa seorang
buruh dalam perusahaannya selekasnya (pasal 19)
KECENDERUNGAN UNTUK
CELAKA
Pada suatu tempat
kerja, hanya sejumlah kecil tenaga kerja mengalami presentase kecelakaan yang
tinggi. Tenaga kerja tersebut dipandang sebagai cenderung untuk menderita
kecelakaan. Statistik kecelakaan menunjukkan bahwa 10 % - 25 %tenaga kerja
terlibat dalam 55 – 85 % dari seluruh kecelakaan. Namun kenyataan didapatkan,
manakala :
- Jangka waktu pengamatan relatif pendek, oleh karena tingkat mudah dikenai kecelakaan nampaknya bersifat sementara dan cenderung menurun atau menghilang dengan pertamban usia
- Jumlah tenaga kerja yang diamati jauh melampaui frekuensi kecelakaan
STATISTIK TENTANG
FAKTOR MANUSIAWI DAN SEBAB KECELAKAAN
Statistik kecelakaan dapat
dibuat menurut jam dalam sehari dan menurut hari dalam minggu. Imformasi
demikian sangat menarik dan menggambarkan faktor manusiawi, sedangkan faktor
teknik dan lingkungan kira – kira tetap sama, biasanya kecelakaan terjadi pada
akhir bagian kerja sore dari pada waktu lainnya.
Demikian pula dapat dibuat
statistik kecelakaan atas dasar pengalaman. Untuk keperluan tersebut, dibuat
penyebaran persentase kecelakaan menurut lamanya bekerja di perusahaan. Menurut
berbagai penelitian, meningginya pengalaman dan keterampila disertai penurunan
angka kecelakaan.
KESELAMATAN DAN
PENGALAMAN KERJA
Pengalaman untuk kewaspadaan
terhadap kecelakaan baik dengan usia, masa kerja diperusahaan dan lamanya
bekerja di tempat kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja baru biasanya belum
mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaannya dan keselamtannya. Selain
itu, mereka sering mementingkan dahulu selesainya sejumlah pekerjaan tertentu
yang diberikan kepada mereka, sehingga keselamatan tidak cukup dapat
diperhatikan.
KETERAMPILAN DAN
KESELAMATAN
Keterampilan kerja meliputi
pengetahuan tentang cara kerja dan prakteknya serta pengenalan aspek – aspek
pekerjaan secara terperinci sampai kepada hal – hal kecil termasuk
keselamatannya. Tingkat keterampilan kerja yang tinggi berkaitan dengan praktek
keselamatan yang diharapkan dan mengecilnya kemungkinan terjadi kecelakaan.
SIKAP TERHADAP
KESELAMATAN
Ada 2 tafsiran :
-
Pada
tingkat operasional dan meliputi keselamatan yang kompleks reaksi tenaga kerja
terhadap pekerjaan dan lingkungannya. Keseluruhan reaksi ini merupakan landasan
psikologi bagi penyelenggaraan pekerjaan dan mengatur tingkah lakunya.
-
Bertalian
dengan sikap kerja terhadap keselamatan atas dinamika psikologi mereka. Menurut
tafsiran ini faktor – faktor seperti tekanan emosi, kelelahan, konflik,
kejiwaan yang laten dan tak terselesaikan, dan ini mungkin pula berperanan
dalam timbulnya kecelakaan kerja.
PERTENTANGAN DIANTARA
PRODUKSI DAN KESELAMATAN
Diantara kepentingan produksi ,
dan keselamatan kadang – kadang terdapat pertentangan. Dalam keadaan seperti
itu, pengusaha atau buruh mengorbankan persyratan keselamatan dan mengambil
resiko terjadinya kecelakaan untuk peningkatan produktivitas.
KECELAKAAN DAN
KEMAMPUAN SISTEM
Keampuhan sistem adalah besarnya
kemungkinan bahwa sistem tersebut akan berfungsi memuaskan maksud tujuannya
pada keadaan – keadaan dan dalam waktu tertentu.
KOMUNIKASI DAN
KESELAMATAN
Keampuhan sistem samapi tingkat
tertentu tergantung kepada kualitas komunikasi yang terjadi diantara aneka
unsur. Dalam industri, bentuk kominikasi di dalam suatu sistem biasanya
dirumuskan dalam ketentuan resmi, seperti isyarat atau penggunaan bentuk
standar untuk pengiriman keterangan.
FAKTOR MANUSIAWI DAN
PENCEGAHAN KECELAKAAN
Analisa kecelakaan yang ditunjukkan kepada
faktor manusia memiliki kerugian, tetapi mungkin memberikan bahan berguna unruk
pencegahan kecelakaan. Kerugian terpenting adalah kenyataan bahwa tenaga kerja
atau kelompok tenaga kerjalah yang dipersalahkan, sehingga dianggap bahwa
investigasi dalam keselamatan seperti pernagaran mesin untuk keselamatan,
kurang penting.
BAHAYA KEBAKARAN
Bahaya – bahaya
kebakaran yang umum terjadi adalah sebagai berikut :
-
Merokok
-
Zat
cair yang mudah terbakar
-
Nyala
api terbuka
-
Ketata
rumah tanggaan yang buruk
-
Mesin
yang tak terawat dan menjadi panas
KEBAKARAN DAN MEROKOK
Puntung rokok yang masih menyala dan dibuang
tanpa kewaspadaan sangat sering menjadi sebab kebakaran. Nyala api dari putung
rokok merupakan awal mula terjadinya peristiwa kebakaran. Terjadinya kebakaran
sangat tergantung kepada mudah tidaknya lingkungan terbakar.
ZAT – ZAT YANG MUDAH
TERBAKAR
Zat – zat tertentu, seperti minyak biji –
bijian, minyak tumbuh –tumbuhan, lemak, arang, dan logam dalam bentuk bubuk
halus mengalami proses pemanasan sendiri dan mungkin menyala dengan zat asam
dan udara. Pencegahan dan perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya
kebakaran adalah sebagai berikut :
-
Penyimpanan
-
Pengolahan
-
Meniadakan
sumber terjadinya awal mula kebakaran
BAHAN DAPAT MELEDAK
Peledakan adalah
suatu peristiwa sebagai akibat bebasnya energi secara cepat dan tanpa
dikendalikan, energi demikian mungkin menempatkan diri sebagai panas, sinar,
suara, dan kejutan mekanis. Bahan itu adalah :
-
Zat
padat termasuk logam yang mudah terbakar
-
Uap
– uap zat cair yang mudah terbakar
-
Juga
yang mudah terbakar
Komentar
Posting Komentar