BAB I. PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Keberhasilan penulisan karangan ditentukan antara lain dengan penyusunan
kalimat yang baik dan benar. Salah satu indikasi keberhasilan penulisan kalimat adalah dengan
ketepatan pemilihan kata.
Diksi atau pilihan kata digunakan untuk memilih kata yang tepat untuk
menggambarkan makna kalimat yang sesuai. Diksi digunakan untuk menyampaikan
makna kalimat yang jelas atau sesuai dengan apa yang kita maksudkan.
Sebuah kata memiliki makna dasar. Makna dasar tersebut melingkupi
penggunaan kata itu selanjutnya. Namun, seiring dengan makin meluasnya
penggunaan kata sebagai sarana komunikasi, banyak kata yang mengalami perluasan
makna. Perluasan makna ini tidak muncul tiba-tiba, tetapi dikarenakan kata-kata
tersebut memberikan efek makna yang lebih menarik, dramatis, dan tidak terduga.
Berdasarkan paragraph di atas, maka kami melakukan analisis dengan sebuah
artikel yang berkaitan dengan bidang kami, yaitu teknik sipil. Dan, analisis
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.
- Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dalam pembuatan analisis ini adalah :
- Memenuhi tugas kelompok mata kuliah Bahasa Indonesia.
- Mengetahui pilihan-pilihan kata yang digunakan pada artikel yang kami pilih.
- Memberikan informasi mengenai makna dasar dari pilihan-pilihan kata yang digunakan pada artikel yang kami pilih.
- Memberikan informasi mengenai perluasan makna dari pilihan-pilihan kata yang digunakan pada artikel yang kami pilih.
BAB II. ISI ARTIKEL
BOBROKNYA TENDER PROYEK NEGARA
Effnu Subiyanto ; Kandidat Doktor Ilmu Ekonomi FEB
Unair
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 13 Juni
2012
PROYEK pusat pelatihan dan pendidikan olah raga
bernilai Rp1,52 triliun milik Kemenpora di Hambalang tampaknya benar-benar
direncanakan dengan acak adul. Dua bangunan power house dan
lapangan indoor tiba-tiba runtuh karena tanahnya ambles 5
meter, baru-baru ini (25/5). Itu tentu sangat mengherankan karena sebelum layak
menjadi daerah proyek, seharusnya suatu daerah memiliki kajian tanah yang
disebut dengan soil test. Kajian itu antara lain digunakan untuk
menjadi landasan berpikir sang pemilik proyek, apakah struktur tanah memadai.
Pun jika ada kekurangan, bagaimana alternatif solusinya.
Tahap uji geologi seharusnya dilakukan sesudah
kajian feasibility study (FS) dan amdal. Dengan begitu, soil
test sudah bersifat teknis, tetapi harus lulus dulu, baru kemudian ke tahap
selanjutnya seperti dimulainya tender sampai dengan eksekusi konstruksi. Kalau
melihat kinerja dan pengalamannya selama ini, BUMN konstruksi PT Adhi Karya,
yang merupakan kontraktor utama proyek Hambalang, seharusnya sangat paham akan
tahapan ini, dengan catatan, semuanya dilakukan secara well manner dan
compliance.
Pemenang tender konstruksi juga dapat
mengklarifikasi dengan melakukan soil test sendiri sehingga dapat
menentukan berapa kedalaman tiang pancang yang betul-betul kuat sampai ke
bebatuan permanen.
Moral Hazard
Persoalannya, proyek Hambalang pada awalnya
memang sudah kontroversial karena melibatkan individu episentrum berbagai elite
politik dan birokrasi skala tinggi. Banyak sekali kepentingan yang melilitnya.
Peristiwa ambruknya dua bangunan vital tentu semakin melegitimasi bahwa
kecurangan dalam proyek berakibat langsung pada kualitas.
Kejadian ini mengingatkan kembali `luka lama'
runtuhnya Jembatan `Golden Gate' Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur,
yang belum genap berusia 10 tahun. Jembatan itu tiba-tiba ambruk pada Sabtu
(26/11/11) sekitar pukul 16.00 WIB dalam proyek pemeliharaan. Korban tewas
ketika itu 5 orang, 22 dinyatakan hilang, 39 luka-luka, 5 mobil hanyut, dan
sedikitnya 10 sepeda motor tenggelam di dasar Sungai Mahakam Tenggarong.
Konstruksi sipil yang kuat hasil rancang bangun BUMN PT Hutama Karya pada 1995
itu lenyap hanya dalam 20 detik.
Tidak seperti dampak proyek Hambalang yang
bersifat sektoral, robohnya jembatan penting yang menghubungkan Kota Samarinda
dan Balikpapan praktis memutus mata rantai ekonomi yang bernilai triliunan
rupiah di Kalimantan Timur dan keseluruhan Kalimantan. Kejadian tersebut
membuat cemas, apakah yang menyebabkan gagalnya supremasi keilmuan teknik sipil
yang sudah sangat teruji itu salah perhitungan, atau faktor lain?
Indonesia memiliki banyak sekali jembatan
penting, salah satunya Jembatan Suramadu yang bahkan memiliki bentang bebas
lebih panjang daripada Jembatan Kukar. Panjang bentang bebas Jembatan Kukar
yang tidak disangga struktur langsung ialah sekitar 270 meter, padahal bentang
bebas Suramadu mencapai 434 meter.
Negara ini masih bermimpi akan membangun banyak
jembatan sebagai konsekuensi teritorial sebuah negara kepulauan. Mimpi itu,
misalnya, membangun Jembatan Batam-Bintan, Jembatan Selat Bali, dan jembatan
terpanjang Selat Sunda yang akan menghubungkan Jawa dan Sumatra. Sangat perlu
kehati-hatian dalam menyiapkan perencanaan proyek jembatan dan tidak boleh setengah
hati.
Kasus ambruknya proyek Hambalang yang belum
selesai dan runtuhnya Jembatan Kukar tahun lalu mengisyaratkan ketidakberesan
pada tahap seleksi atau tender setiap proyek pemerintah yang didanai uang
negara. Insiden tersebut merupakan bentuk konkret moral hazard dari
problema patgulipat setiap tender pemerintah yang rutin terjadi dan selalu
mewarnai.
Korupsi di setiap tender pengadaan barang dan
jasa pada proyek pemerintah sebenarnya sudah biasa, dan hampir menjadi rahasia
umum. Oknum-oknum selalu bergentayangan di mana-mana, tidak hanya di tim
pengadaan barang dan jasa, bahkan bisa dari luar tim yang notabene bukan bagian
dari organisasi pengadaan.
KPK mencatat pada 2010 nilai korupsi pengadaan
barang/jasa pemerintah rata-rata mencapai 30%-40% setiap tahun anggaran. Tidak
perlu heran mengapa indeks persepsi korupsi (IPK) tahun lalu masih di angka 2,8
atau urutan 110 dari 178 negara yang disurvei. Getolnya korupsi di Indonesia
sekelas dengan negara-negara ketiga seperti Bolivia, Gabon, Kosovo, dan
Kepulauan Solomon. Kita tentu saja kalah dengan negara sekawasan seperti
Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, apalagi Singapura.
Secara legal, dasar terbitnya Keppres 80/2003
tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang kini dilengkapi
dengan Perpres 54/2010, berangkat dari PP 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi. Di dalamnya melekat substansi PP 30/2000 tentang Pembinaan Jasa
Konstruksi dan UU 18/1999 tentang Jasa Konstruksi dan berbagai turunannya
terkait soal Pajak. Panitia tender yang berakhlak tentu saja tidak melihat
celah. Namun, bagi panitia tender yang kreatif, celah itu masih ada.
Kriteria lemahnya seleksi tender yang
berhubungan dengan konstruksi itu ialah beragamnya standar menurut berbagai
versi standar kelompok atau asosiasi jasa konstruksi. Tidak jarang kriteria
standar itu malah berbeda dan bertentangan antara asosiasi dan Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Ada 36 asosiasi jasa konstruksi yang diakui
LPJK (http://www.lpjk.org) dan masing-masing mengeluarkan versi standar
keahlian yang membingungkan.
Bahkan LPJK sendiri
mengakui bahwa standar sangat erat kaitannya dengan kompromi kewilayahan dan
tidak tegas dibakukan sebagai regulasi universal. Standar konstruksi DKI,
misalnya, tentu berbeda dengan standar konstruksi di Papua. Asalkan pemerintah
daerah setempat melakukan endorsement (pengakuan), standar
asosiasi tersebut diakui untuk wilayah tersebut.
Sangat diperlukan kejelian
panitia tender untuk memilah dan memilih kriteria yang tepat untuk eksekusi
suatu proyek sipil tertentu. Dari sini sebetulnya sangat terbuka untuk bermain
mata antara panitia tender, peserta tender, asosiasi, LPJK, pemerintah daerah,
dan pemerintah pusat. Pejabat dengan mental yang masih bisa dipertanyakan
integritasnya akan dengan mudah tergoda sehingga terjadi moral hazard.
Benahi
Jika mekanisme pengadaan
barang/jasa pemerintah terus-menerus demikian, lengkaplah stereotip itu bahwa
korupsi tender proyek pemerintah memang tidak bisa diberantas. Persoalannya
apakah mungkin setiap proses pengadaan dibuat bersih?
Jawabannya tidak mungkin.
Namun dengan sistem yang lebih baik, misalnya e-proc, kecenderungan
berbuat curang bisa diminimalisasi. Peluang berbuat curang itu dengan model
pengadaan real time hanya semakin kecil, tetapi tidak menghilangkan sama
sekali. Dengan teknologi virtual online, malah semakin tidak bisa
diketahui apakah pengguna yang melakukan entry
penawaran itu tidak bersumber dari satu orang saja.
Betapapun di sisi standar
dan kriteria teknis, asosiasi seharusnya tidak boleh tinggal diam.
Standardisasi term of reference (TOR) teknis bidang konstruksi
sangat ditunggu-tunggu oleh kalangan pengadaan yang rata-rata tidak menguasai
bidang sipil secara keilmuan, tetapi menguasai prosedur pengadaan dan compliance
di sisi lain. Asosiasi juga harus memberikan pendidikan pengembangan kepada
anggotanya, baik masalah keahlian, sarana, maupun pendidikan moral untuk tidak
memaksakan pekerjaan yang memang bukan keahliannya.
Kedewasaan dan sportivitas
harus dijunjung tinggi semua yang terlibat mempertimbangkan proyek
infrastruktur berkaitan langsung dengan konstruksi. Hitung-hitungan konstruksi
sangat jelas dan kuantitatif. Konstruksi bisa dimodelkan dengan simulasi dan
angka, dan seharusnya memberikan jaminan keamanan sampai dengan waktu yang
diinginkan pemiliknya. Runtuhnya bangunan proyek sport center Hambalang
atau ambrolnya Jembatan Kukar adalah model gagal kasus infrastruktur di daerah,
yang kini banyak menuntut otonomi dan kemandirian berekspresi.
Ada yang tidak bisa
dinegosiasikan jika menjadi panitia tender dan seharusnya secara full
commitment dipatuhi. Term
itu ialah jika berhadapan dengan undang-undang dan ukuran safety
mandatory. Apa pun peliknya proses pengadaan, jika berhadapan dengan soal
ini, sangat tidak direkomendasikan untuk melakukan inovasi kendati untuk alasan
efisiensi. Jika bangunan sudah runtuh atau jembatan roboh, berarti safety-nya
nol besar.
BAB III. ANALISIS
Kalimat
|
Makna Dasar
|
o
Insiden tersebut
merupakan bentuk konkret moral hazard dari problema patgulipat setiap tender pemerintah
yang rutin terjadi dan selalu mewarnai.
o
Oknum-oknum selalu bergentayangan di mana-mana, tidak
hanya di tim pengadaan barang dan jasa, bahkan bisa dari luar tim yang notabene bukan bagian dari organisasi
pengadaan.
o
Getolnya korupsi di
Indonesia sekelas dengan negara-negara ketiga seperti Bolivia, Gabon, Kosovo,
dan Kepulauan Solomon.
o
Di dalamnya melekat substansi PP 30/2000 tentang
Pembinaan Jasa Konstruksi dan UU 18/1999 tentang Jasa Konstruksi dan berbagai
turunannya terkait soal Pajak.
o
Sangat diperlukan kejelian panitia tender untuk memilah
dan memilih kriteria yang tepat untuk eksekusi suatu proyek sipil tertentu.
o
Dari sini
sebetulnya sangat terbuka untuk bermain
mata antara panitia tender, peserta tender, asosiasi, LPJK, pemerintah
daerah, dan pemerintah pusat.
o
Pejabat dengan
mental yang masih bisa dipertanyakan integritasnya akan dengan mudah tergoda sehingga terjadi moral
hazard.
|
pat·gu·li·pat n
1 permainan anak-anak
(sembunyi-sembunyi); 2 selingkuh; 3 (main) curang:
ber-gen-ta-yang-an v
pergi ke mana-mana; berkeliaran:
ge-tol a
rajin; tekun dl mencari; bersemangat:
me-le-kat v menempel benar-benar
(sehingga tidak mudah lepas)
ke-je-li-an n ketajaman (tt penglihatan):
ber-ma-in v melakukan sesuatu untuk
bersenang-senang: tiap perbuatan atau pekerjaan ada akibatnya (risikonya);
ter-go-da v kena goda; digoda:
|
BAB IV. KESIMPULAN
Bahwa penting adanya pemilihan kata pada suatu tulisan, supaya tulisan
tersebut menarik dan mudah dipahami oleh pembacanya.
BAB V. PENUTUP
Demikian analisis ini kami buat.dengan sebaik-baiknya. Semoga analisis
ini dapat berguna bagi yang membacanya.
Komentar
Posting Komentar