BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Banjir
merupakan hal yang yang biasa bagi kota Jakarta, bahkan sejak masa kolonial
Belanda, saat Jakarta masih bernama Batavia, banjir sudah menjadi rutinitas
kota Jakarta.
Menurut
pengamat perkotaan Yayat Supratna “Banjir
di Jakarta yang kerap kali terjadi menujukkan buruknya kondisi lingkungan kota
ini. Kota ini gagal dalam mengatasi sistem secara menyeluruh.”
Ada
13 sungai yang mengalir dari kawasan-kawasan di sebelah Selatan Jakarta, di
antaranya yang terbesar adalah Kali Ciliwung. Secara geografis sebenarnya
Jakarta sudah tidak cocok dijadikan ibukota negara, karena 40 persen arealnya
berada di bawah permukaan air laut, sehingga ancaman pasang-naik selalu jadi
mengintai.
Penduduk
Jakarta sendiri punya andil memperparah banjir, terutama yang tinggal di
pinggiran-pinggiran kali; mereka secara sadar atau tak sadar telah mempersempit
dan mendangkalkan sungai-sungai.
Kebiasaan
membuang sampah sembarangan, keengganan membersihkan got-got, keengganan
membuat sumur resapan, dan sebagainya, pun telah memperbesar potensi banjir.
Macam-macam
cara ditempuh pemerintah untuk menanggulangi banjir di Jakarta, salah satunya
adalah pembangunan kanal banjir. Ada dua kanal banjir yang direncanakan
pemerintah, yaitu Kanal Banjir Barat (KBB) dan Kanal Banjir Timur (BKT). Kanal
Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur diharapkan dapat menjadi solusi terbaik
untuk mengatasi masalah banjir di Jakarta.
Dengan
pembangunan kanal itu, nantinya air dari 13 sungai tersebut dapat langsung
diterima oleh kanal dan langsung dibawa ke laut lewat Barat maupun Timur.
Sedangkan air yang masuk ke Jakarta dikendalikan dengan pintu-pintu air
seperlunya.
Selain
untuk menyalurkan air dalam mencegah banjir, kanal tersebut direncanakan juga
sebagai prasarana transportasi air yang dilengkapi dengan dermaga-dermaga di
sejumlah titik.
BAB II ISI
1. Kanal
Banjir di Jakarta
Kanal
Banjir Timur (KBT) adalah kanal yang dibuat agar aliran sungai Ciliwung
melintas di luar Batavia, tidak di tengah kota Batavia. Banjir kanal ini
merupakan gagasan Prof. H. van Breen dari Burgelijke
Openbare Werken atau disingkat BOW, cikal bakal Departemen PU, yang dirilis
tahun 1920. Studi ini dilakukan setelah banjir besar melanda Jakarta dua tahun
sebelumnya (tahun 1918).
Inti
konsep ini adalah pengendalian aliran air dari hulu sungai dan mengatur volume
air yang masuk ke kota Jakarta. Termasuk juga disarankan adalah penimbunan
daerah-daerah rendah.
Antara
tahun 1919 dan 1920, gagasan pembuatan Kanal Banjir dari Manggarai di kawasan
selatan Batavia sampai ke Muara Angke di pantai utara sudah dilaksanakan.
Sebagai pengatur aliran air, dibangun pula Pintu Air Manggarai dan Pintu Air
Karet.
Dengan
bantuan Netherlands Engineering Consultants, tersusunlah "Master Plan for Drainage and Flood Control
of Jakarta" pada Desember 1973. Berdasarkan rencana induk ini,
seperti yang ditulis Soehoed dalam “Membenahi
Tata Air Jabotabek”, pengendalian banjir di Jakarta akan bertumpu pada
dua terusan yang melingkari sebagian besar wilayah kota.
Terusan
itu akan menampung semua arus air dari selatan dan dibuang ke laut melalui
bagian-bagian hilir kota. Kelak terusan itu akan dikenal dengan nama Kanal
Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur. Ini merupakan salah satu upaya pengendalian
banjir Jakarta di samping pembuatan waduk dan penempatan pompa pada
daerah-daerah yang lebih rendah dari permukaan air laut.
Di
dalam rencana induk itu dirancang sistem pengendalian dengan membuat kanal yang
memotong aliran sungai atau saluran di wilayah Jakarta Barat. Kanal ini adalah
perluasan terusan banjir peninggalan Van Breen, yang kemudian dikenal sebagai
Kanal Banjir Barat (KBB).
Pembangunan
saluran banjir Kanal Banjir Barat,
atau juga sering disebut Kali Malang
(Barat) sepanjang 18,5 km ini dimulai tahun 1922, dengan bagian hulu
berawal dari daerah Manggarai ke arah barat melewati Pasar Rumput, Dukuh Atas,
lalu membelok ke arah Barat Laut di daerah Karet Kubur. Selanjutnya ke arah
Tanah Abang, Tomang, Grogol, Pademangan, dan berakhir di sebuah reservoar di
muara, di daerah Pluit. Namun KBB tidak cukup mengendalikan banjir Jakarta.
Pembangunan KBT kemudian direncanakan.
KBT adalah kanal buatan yang berfungsi
mengendalikan banjir akibat hujan lokal dan aliran dari hulu di wilayah Timur
Jakarta. KBT sudah direncanakan dalam Rencana Induk (Masterplan) DKI tahun
1973. Rencana Induk DKI Jakarta ini membuat KBT memotong Kali Cipinang, Kali
Sunter, Kali Buaran, Kali Jatikramat, Kali Cakung, dan Kali Blencong hingga
menuju laut.
2. Banjir Kanal Timur
Untuk
mengatasi banjir akibat hujan lokal dan aliran dari hulu di Jakarta bagian
Timur dibangun Kanal Banjir Timur
(KBT). Sama seperti KBB, KBT mengacu pada rencana induk yang kemudian
dilengkapi "The Study on Urban Drainage and Wastewater Disposal Project in
the City of Jakarta" tahun 1991, serta "The Study on Comprehensive
River Water Management Plan in Jabotabek" pada Maret 1997. Keduanya dibuat
oleh Japan International Cooperation Agency.
KBT
berfungsi untuk mengurangi ancaman banjir di 13 kawasan, melindungi permukiman,
kawasan industri, dan pergudangan di Jakarta bagian timur, KBT juga dimaksudkan
sebagai prasarana konservasi air untuk pengisian kembali air tanah dan sumber
air baku serta prasarana transportasi air.
Selain
itu, KBT berfungsi sebagai sarana pengendalian banjir di wilayah Timur Jakarta
yang masih sangat minim. Penanganan banjir direncanakan membuat flood way yang akan mensudet
sungai-sungai di wilayah Timur Jakarta untuk langsung dialirkan ke laut. KBT
juga merupakan lanskap pengembangan wilayah timur dan utara Jakarta sebagai
kawasan bisnis, industri pergudangan, dan wisata (resort, dermaga marina, &
fasiltas olahraga).
KBT
bertujuan untuk melayani wilayah seluas 207 km2 dan melindungi
wilayah seluas 270 km2 di Timur bagian Utara DKI Jakarta yang
merupakan kawasan industri, perdagangan, pergudangan, dan permukiman. Di
samping itu, KBT menjadi prasarana konservasi air untuk pengisian air tanah dan
sumber air baku, lalu lintas air juga berpotensi menjadi motor pertumbuhan
wilayah Timur dan Utara yang bersuasana Water
Front serta untuk mengurangi genangan atau rawan banjir di 13 kawasan di
wilayah DKI Jakarta.
KBT
direncanakan untuk menampung aliran Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran,
Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung. Daerah tangkapan air (catchment area) mencakup luas lebih kurang 207 kilometer persegi
atau sekitar 20.700 hektar. Rencana pembangunan KBT tercantum dalam Peraturan
Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah 2010 Provinsi DKI Jakarta.
Mantan Wapres Jusuf Kalla yang berperan
penting dalam pengambilan keputusan penyelesaian pembangunan KBT. Kalla
mengambil keputusan beberapa saat setelah banjir dahsyat merendam sebagian
besar wilayah Jakarta tahun 2007. Pembangunan KBT menelan biaya sekitar Rp 5
triliun, sedangkan dampak kerugian banjir bisa lebih dari jumlah itu.
KBT melayani sistem drainase pada
wilayah seluas 20.700 hektar dan mengurangi 13 kawasan rawan genangan. KBT akan
melintasi 13 kelurahan (2 kelurahan di Jakarta Utara dan 11 kelurahan di
Jakarta Timur) dengan panjang 23,5 kilometer yaitu kelurahan-kelurahan Cipinang
Besar, Cipinang Muara, Pondok Bambu, Duren Sawit, Pondok Kelapa, Malaka Sari,
Malaka Jaya, Pondok Kopi, Pulogebang, Ujung Menteng, Cakung Timur, Rorotan, dan
Marunda.
Untuk
pembuatan KBT, total biaya pembangunannya Rp 4,9 triliun, terdiri dari biaya
pembebasan tanah Rp 2,4 triliun (diambil dari APBD DKI Jakarta) dan biaya
konstruksi Rp 2,5 triliun dari dana APBN Departemen Pekerjaan Umum. Pembuatan
KBT ini perlu pembebasan lahan seluas 405,28 hektar yang terdiri dari 147,9
hektar di Jakarta Utara dan 257,3 hektar di Jakarta Timur. Sampai dengan
September 2006, lahan yang telah dibebaskan 111,19 hektar dengan biaya sekitar
Rp 700 miliar.
Dalam
kenyataannya, pembuatan kanal yang sudah
direncanakan lebih dari 30 tahun lalu itu menghadapi pembebasan tanah yang
berjalan alot. Pembangunannya menjadi lambat. Rencana tersebut tidak kunjung
selesai direalisasikan, dan banjir seperti yang kini dirasakan warga Jakarta
menjadi kenyataan setiap tahun.
Sampai dengan awal Januari 2009 pembangunan KBT telah menggali
15.700 m saluran floodway dari 23.551 meter yang telah direncanakan. Kemudian,
6 jembatan pendukung juga sudah diselesaikan dari 25 jembatan yang
direncanakan. Pengerjaan KBT sendiri masih menyisakan 8 km lahan yang belum
digarap, dari 23 km yang direncanakan.
Proyek KBT sepanjang 23,5 kilometer
terbagi dalam delapan paket dan dikerjakan tujuh kontraktor nasional dan satu
joint operation kontraktor Taiwan. Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto merasa
bangga dengan KBT karena ini merupakan karya bangsa Indonesia, mulai dari otak,
otot, dan dana (APBN dan APBD).
"Saya harus bangga dengan proyek
KBT ini karena perencana dan konsultan dari Indonesia, pengawas Indonesia,
kontraktor Indonesia kecuali satu Joint Operation dari Taiwan, tapi leader
tetap kontraktor Indonesia. Jadi KBT ini hasil otak Indonesia, otot Indonesia,
dan kantong Indonesia," kata Djoko Kirmanto.
Mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo
mengatakan, Pemprov DKI akan menjadikan KBT semacam promenade, show window
daerah aliran sungai (DAS) di Jakarta. "Kami akan menyediakan ruang
terbuka hijau di sepanjang KBT. Di jalan inspeksi akan dibangun jalur khusus
untuk jogging dan jalur khusus sepeda.
"Bayangkan, ada 23,5 km jalur
sepeda yang bisa dilalui dengan nyaman. Kalau bolak-balik sudah 47 km. Ini
nilai tambah, yang Insya Allah akan dapat dinikmati warga Jakarta," kata
Fauzi Bowo.
Pemerhati masalah sumber daya air, R
Zainuddin mengingatkan, jika Pemprov DKI tidak melakukan normalisasi sungai,
dan kemudian terjadi banjir, jangan KBT yang menjadi kambing hitam.
"KBT boleh saja sudah rampung
dibangun, tapi bila normalisasi lima sungai belum dikerjakan, jangan heran jika
suatu saat muncul genangan akibat luapan lima sungai tersebut," ungkap
Zainuddin.
Warga Jakarta Timur, Dini Priadi
mengakui manfaat KBT mulai terasa. "Kalau dulu sebelum KBT dibangun,
seringkali ada genangan saat hujan deras turun, yang berdampak pada kemacetan
lalu lintas yang relatif lama. Sekarang setelah KBT dibangun, saya sebagai
pengguna jalan merasakan genangan di jalan cepat surut sehingga tidak menganggu
kelancaran lalu lintas," kata Dini.
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
Jutaan penduduk di Jakarta selalu
was-was saat turun hujan. Tapi itu dulu, sekarang 2,7 juta penduduk dan 207 km
persegi daerah Jakarta terbebas dari banjir karena Kanal Banjir Timur (KBT).
KBT merupakan jaringan raksasa dirancang untuk meminimalkan risiko banjir. KBT
berfungsi mengalihkan air dari 5 sungai besar dengan panjang 23 km. Mampu
menampung hingga 390 m3 air banjir / detik dan mengantisipasi banjir
hingga 100 tahun. Solusi KBT berjalan efektif jika kita semua peduli. Cintai
Jakarta dengan membuang sampah di tempatnya. Kita peduli, Jakarta bebas banjir.
DAFTAR PUSTAKA
- Adhi, Robert. 2010. Banjir Kanal Timur, Karya Anak Bangsa, Jakarta : Grasindo.
- ________. Buku "Banjir Kanal Timur, Karya Anak Bangsa" Diluncurkan. Kamis, 11 Maret 2010 | 13:51 WIB. www.kompas.com.. Diakses : 07 Mei 2013.
- _______. "Banjir Kanal Timur, Karya Anak Bangsa". www.googlebooks.com. Diakses : 07 Mei 2013.
- Ardhy, Rizky dkk. 2009. Makalah: Solusi Masalah Banjir Kanal Timur, Depok : UI. Diakses : 07 Mei 2013.
- ______. Kanal Banjir Jakarta. www.id.wikipedia.org. Diakses : 07 Mei 2013.
- www.youtube.com. Diakses : 07 Mei 2013.
Komentar
Posting Komentar